Kata-Kata Puisi Widji Thukul (Wiji Tukul) yang Puitis dan Tegas
Widji Thukul (Juga biasa ditulis Wiji Tukul) adalah penyair 'rakyat' yang lahir dengan nama asli 'Widji Widodo'. Dia mendapatkan nama panggung 'Widji Thukul' setelah aktif di teater. Sejak saat itu dia aktif menulis syair dengan kata-kata yang lugas, tegas, dan menyerang.
Kata-kata yang ditulisnya dalam puisi adalah kata-kata 'pemberontakan' terhadap keadaan dan menyuarakan perlawanan terhadap ketidak-adilan. Widji Thukul tidak pernah menamatkan sekolah SMKI-nya. Dia putus sekolah ketika kelas 2, karena ketiadaan biaya.
Ilustrasi Widji Thukul - Mateus Situmorang/kumparan |
Selain dikenal sebagai penyair dan berkesenian, Widji Tukul juga sekaligus aktivis politik dan buruh. Maka puisi-puisi yang dibuat tak jauh dari hal itu. Karena aktivitasnya dalam pergerakan itulah, di juga turut serta mendeklarasikan PRD (Partai Rakyat Demokratik), oposisi di zaman orde baru.
Dia sempat ditahan karena aksi demonstrasi. Pada tahun 1998, dilaporkan hilang setelah menjadi buron bertahun-tahun. Meskipun jasad dan keberadaannya tidak pernah ditemukan, tapi warisannya berupa karya puisi yang tegas, masih bertahan dan dibaca hingga kini. Bahkan berurat berakar, di kalangan aktivis pergerakan.
Salah satu kutipan karyanya yang paling terkenal adalah:
Hanya ada satu kata: lawan!
Kata-kata itu benar-benar menjadi pendorong untuk sebuah perlawanan. Perlawanan terhadap ketidakadilan yang masih terjadi.
Kata-kata Widji Thukul, dikutip dari puisi-puisinya memang sangat bernas, tegas bahkan keras. Salah satunya berbunyi begini:
Kemerdekaan adalah nasi, dimakan jadi tai!
Melalui baris puisi tersebut, Widji Thukul sebenarnya melakukan protes keras terhadap keadaan. Yang 'katanya' Indonesia sudah merdeka. Kemerdekaan itu sepertinya sesuatu yang nikmat diibaratkan nasi. Tapi begitu dimakan, dipahami, dijalani, ternyata isinya sangat menjijikkan, tai.'
Melalui baris puisi tersebut, Widji Thukul mengabarkan pada semua bahwa kemerdekaan di zaman Orde baru adalah kemerdekaan semu. Isinya adalah keburukan karena pembungkaman dan ketidak-adilan.
Kata-kata Widji Tukal, memang 'tidak terlalu puitis' dalam artian tidak menggunakan kata-kata yang indah dan menadayu-dayu. Kata-tanya lugas, tapi masih mengandung unsur keindahan puisi, yaitu keindahan rima.
Berikut ini kutipan puisinya:
kausiksa aku sangat keras
hingga aku makin mengeras
kau paksa aku terus menunduk
tapi keputusan tambah tegak
Dalam kutipan puisi Widji Thukul di atas, terdapa perungalan bunyi yang sama untuk tiap dua baris. Yaitu kata keras yang berima dengan mengerah. Begitu pula pada baris selanjuntya, yaitu kata menunduk yang berima dengan kata tegak.
Berikut ini dikutipkan salah satu puisi karya Widji Thukul yang terkenal:
PERINGATAN
karya Widji Thukul
Jika rakyat pergi
Ketika penguasa pidato
Kita harus hati-hati
Barangkali mereka putus asa
Kalau rakyat bersembunyi
Dan berbisik-bisik
Ketika membicarakan masalahnya sendiri
Penguasa harus waspada dan belajar mendengar
Bila rakyat berani mengeluh
Itu artinya sudah gawat
Dan bila omongan penguasa
Tidak boleh dibantah Kebenaran pasti terancam
Apabila usul ditolak tanpa ditimbang
Suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan
Dituduh subversif dan mengganggu keamanan Maka hanya ada satu kata: lawan!
(1986)