Jumat, 24 April 2020

Kehidupan Politik Indonesia Pasca Pengakuan Kedaulatan

Pada tanggal 27 Desember 1949 sebagai hasil kesepakatan tiga pihak dalam Konferensi Meja Bundar pemerintah Belanda menyerahkan kedaulatan atas Indonesia kepada Republik Indonesia Serikat. Tanggal 19 Mei 1950 diadakan konferensi antara wakil-wakil RIS yang juga mewakili NIT dan Sumatera Timur dengan RI di Jakarta. Dalam konferensi ini dicapai kesepakatan untuk kembali ke Negara Kesatuan RI. Sebagai tindak lanjut dari kesepakatan kembali ke NKRI maka proses kembali ke NKRI tersebut dilakukan dengan cara mengubah Undang-Undang Dasar RIS menjadi Undang- Undang Dasar Sementara RI.

Undang Dasar Sementara RI ini disahkan pada tanggal 15 Agustus 1950 dan mulai berlaku tanggal 17 Agustus 1950. Dengan demikian sejak saat itul Negara Kesatuan RI menggunakan UUD Sementara (1950) dan demokrasi yang diterapkan adalah Demokrasi Liberal dengan sistem Kabinet Parlementer. Berbeda dengan UUD 1945 yang menggunakan Sistem Kabinet Presidensiil.

Dalam sistem demokrasi liberal parlemen sangat berkuasa. Apabila kabinet dipandang tidak mampu menjalankan tugas, maka parlemen segera membubarkannya. Akibatnya sering terjadi pergantian kabinet sehingga pemerintah menjadi tidak stabil. Bahkan ada kabinet yang hanya berumur beberapa bulan sehingga tidak mungkin dapat menjalankan tugas dalam mencapai tujuan.

Beberapa kabinet yang jatuh bangun silih berganti pada masa demokrasi liberal adalah Kabinet Natsir, Kabinet Sukiman-Suwiryo, Kabinet Wilopo, Kabinet Ali Sastroamijoyo I, Kabinet Burhanuddin Harahap, Kabinet Ali Sastroamijoyo II dan Kabinet Juanda. Berikut penjelasan masing-masing Kabinet.

a. Kabinet Natsir (6 Sept 1950- 2 Mar 1951)
Sebagai perdana menteri ialah M. Natsir dari Masyumi, yang merupakan partai terbesar pada masa itu. Kabinet Natsir merupakan kabinet gabungan dengan mayoritas dari Masyumi. Dalam menjalankan tugasnya, M. Natsir dibantu oleh para tokoh nonpartai terkenal seperti Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Mr.Asaat, Ir. Juanda dan Dr. Sumitro Joyohadikusumo sehingga kabinet Natsir memiliki posisi yang kuat.

Program-program Kabinet Natsir adalah sebagai berikut :
  • Menggiatkan usaha dan ketenteraman dalam negeri
  • Menyempurnakan pemerintahan
  • Menyempurnakan organisasi angkatan perang
  • Memajukan ekonomi rakyat
  • Menyelesaikan masalah Irian Barat.

Kabinet Natsir jatuh sebelum menyelesaikan program-programnya tersebut. Beberapa penyebab kejatuhan Kabinet Natsir diantaranya adalah kebijakannya yang dianggap lunak dalam menjalankan politik perjuangan masalah Irian Barat. Pengaturan daerah yang dianggap hanya menguntungkan Masyumi. Pada tanggal 21 Maret 1951 Natsir menyerahkan mandatnya kepada Presiden Sukarno.

b. Kabinet Sukiman-Suwiryo (26 Apr 1951- Feb 1952)
Kabinet Sukiman mulai memerintah pada tanggal 26 April 1951. Kabinet Sukiman Suwiryo merupakan kabinet koalisi antara Masyumi dan PNI yang dipimpin oleh Sukiman dari Masyumi. Selama memerintah tercatat ada beberapa kemajuan yang dicapai kabinet ini, antara lain sebagai berikut.
  • Kemajuan sektor usaha kecil,
  • Meningkatnya perlindungan terhadap kaum buruh, dan
  • Perluasan pendidikan yang ditandai dengan berdirinya berbagaimacam sekolah dari berbagai tingkat.

Pada tanggal 3 April 1952 Kabinet Sukiman jatuh. Adapun sebab-sebabnya adalah sebagai berikut :
  • Kesediaannya menandatangani persetujuan bantuan ekonomi, teknik, dan persenjataan dari AS atas dasar Mutual Security Act (MSA) pada tanggal 5 Januari 1952 dianggap menyalahi politik luar negeri bebas aktif (condong ke Blok Barat).
  • Dianggap tidak tegas dalam menghadapi gangguan keamanan di Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan dan Kalimantan Selatan.
  • Perjuangan pembebasan Irian Barat yang dianggap tidak ada.

c. Kabinet Wilopo (30 Mar 1952- 2 Juni 1953)
Kabinet Wilopo dari PNI memerintah sejak 3 April 1952 hingga 3 Juni 1953. Wilopo (dari PNI) sebagai Perdana Menteri (PM), sedangkan Prawoto Mangkusasmito (dari Masyumi) sebagai Wakil PM. Program-program Kabinet Wilopo, antara lain :
  • Mempersiapkan pemilihan umum
  • Meningkatkan kemakmuran rakyat
  • Meningkatkan keamanan
  • Menyelesaikan masalah Irian Barat
  • Melaksanakan politik luar negeri bebas aktif.
Pada tanggal 3 Juni 1953 Kabinet Wilopo jatuh, penyebabnya adalah sebagai berikut:
  • Terjadi Peristiwa 17 Oktober 1952 yang merupakan bentuk pertentangan antara angkatan perang dengan parlemen.
  • Gagal menyelesaikan masalah perkebunan di Sumatera, dikenal Peristiwa Tanjung Morawa.

d. Kabinet Ali I (31 Juli 1953 – 24 Juli 1955)
Kabinet Ali mulai memerintah pada tanggal 31 Juli 1953. KabinetAli dari PNI didukung oleh Nahdlatul Ulama (NU), sedang Masyumi sebagai oposisi. Program-program Kabinet Ali Sastroamijoyo adalah sebagai berikut:
  • Menyelesaikan masalah Irian Barat
  • Meningkatkan keamanan dalam negeri terutama menghadapi gerakanDI/TII.
  • Mempersiapkan dan membentuk panitia pemilu
  • Menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika

Salah satu kesuksesan adalah penyelenggaraan Konferensi Asia-Afrika I di Bandung. Akibat terjadinya perselisihan pendapat dengan TNI AD tentang pencalonan dan pengangkatan KSAD. Di samping itu mundurnya NU dari Kabinet Ali sangat melemahkan kabinet ini. Oleh karena itu, pada tanggal 24 Juli 1955 Ali Sastroamijoyo menyerahkan mandatnya kembali kepada presiden sehingga berakhirlah kabinet Ali.

e. Kabinet Burhanudin Harahap (12 Agust 1955 – 3 Maret 1956)
Kabinet Burhanuddin Harahap terbentuk setelah gagalnya formatur pembentuk kabinet yang terdiri atas Dr. Sukiman,Wilopo dan Mr.Asaat. Karena kegagalan ini wakil Presiden Moh. Hatta menunjuk Burhanuddin Harahap (dari Masyumi) untuk membentuk Kabinet dan terbentuklah Kabinet Burhanuddin Harahap.

Pada masa pemerintahan Kabinet Burhanudin Harahap pelaksanaan pemilu 1955 berjalan lancar dan sukses. Namun, setelah pemilu selesai ternyata Kabinet Burhanuddin tidak banyak mendapat dukungan. Ketidaksediaan presiden menandatangani UU Pembubaran Uni Indonesia-Belanda membuat Kabinet Burhanuddin Harahap jatuh. Pada tanggal 3 Maret 1956 Burhanuddin menyerahkan kembali mandatnya kepada Presiden.

f. Kabinet Ali Sostroamidjojo (24 Maret 1956 – Maret 1957)
Setelah menerima kembali mandat dari Kabinet Burhanuddin Harahap, Presiden Soekarno menunjuk Ali Sastroamijoyo sebagai formatur untuk membentuk kabinet baru. Ia akhirnya berhasil membentuk kabinet baru dengan didukung oleh Masyumi dan NU dan sejumlah partai kecil. Kabinet Ali Sastroamijoyo dilantik pada tanggal 24 Maret 1955.

Program-program kerja Kabinet Ali II adalah sebagai berikut :
  • Merencanakan dan melaksanakan Pembangunan Lima Tahun
  • Mengembalikan Irian Barat ke pangkuan RI
  • Melaksanakan politik luar negeri yang bebas aktif

Beberapa kemajuan yang berhasil dicapaiKabinetAli II, antara lain, sebagai berikut :
  • Dibangunnya Pabrik Semen Gresik.
  • Dikeluarkannya UU No. 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah.

Pemerintahan Kabinet Ali II dihadapkan dengan terjadinya berbagai pergolakan di daerah-daerah. Berbagai pergolakan itu didahului dengan terbentuknya dewan-dewan oleh tokoh-tokoh militer di daerah. Mereka menentang pemerintah pusat yang dinilai tidak berhasil dalam meningkatkan ekonomi.

Berbagai dewan daerah tersebut menyatakan mengambil alih kekuasaan atas pemerintah daerah mereka masing-masing. Dalam kondisi demikian, Masyumi juga menyatakan keluar dari Kabinet Ali dengan menarik menteri-menterinya. Berbagai peristiwa tersebut sangat melemahkan kabinet Ali sehingga pada tanggal 14Maret 1957Ali Sastroamijoyo terpaksa menyerahkan mandatnya kepada Presiden Sukarno.

g. Kabinet Djuanda (Maret 1957 – Juli 1959)
Kabinet Juanda juga disebut Kabinet Karya dan terbentuk pada tanggal 9 April 1957. Sebagai perdana menteri ialah Ir. Juanda dengan didampingi oleh Mr. Hardi, Idham Cholid dan dr. Leimena sebagai wakilnya. Program kerja Kabinet Juanda meliputi lima pasal yang disebut Pancakarya, yaitu sebagai berikut:
  • Membentuk dewan nasional.
  • Normalisasi keadaan Republik Indonesia.
  • Melancarkan pelaksanaan pembatalan KMB
  • Menyelesaikan masalah Irian Barat dan.
  • Menggiatkan pembangunan.

Beberapa hal penting yang terjadi pada masa Kabinet Karya, antara lain, sebagai berikut :
  • H. Nasution mengusulkan Dwifungsi ABRI.
  • Keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

Selain menghadapi pemberontakan dari berbagai dewan daerah, semasa Kabinet Juanda juga terjadi peristiwa percobaan pembunuhan terhadap Presiden Sukarno yang dikenal dengan Peristiwa Cikini. Peristiwa ini terjadi pada saat Presiden Sukarno mengadakan kunjungan ke Perguruan Cikini di Jakarta pada tanggal 30 November 1957.

Kabinet karya harus mengakhiri pemerintahannya sehubungan dengan keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang salah satu isinya menyebutkan kembali berlakunya UUD 1945 dan tidak berlakunya UUDS 1950. Kabinet Juanda merupakan kabinet terakhir di masa Demokrasi Liberal.